AL-HIDAYAH SCOUT MOVEMENT

AL-HIDAYAH SCOUT MOVEMENT

Kamis, 05 Januari 2012

Wisata Sejarah


MAKAM KI AGENG SELO
“ SANG PENANGKAP PETIR “
A. Silsilah
            Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah keturunan dari Brawijaya terakhir. Beliau moyang dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta). Jadi Beliau adalah penurun Raja-Raja di tanah jawa
            Prabu Brawijaya terakhir menikah dengan putri Wandan kuning dan dari pernikahannya lahirlah seorang putera yang bernama Bondan Kejawan/ Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Bondan Kejawan atau Lembu Peteng kemudian dinikahkan  dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Mereka dikaruniai seorang putera yang diberi nama Ki Getas Pendowo ( makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh yaitu Ki Ageng Selo, Nyai Ageng Pakis, Nyai Ageng Purna, Nyai Ageng Kare, Nyai Ageng Wanglu, Nyai Ageng Bokong, Nyai Ageng Adibaya.
            Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu murid tercintanya adalah Mas Karebet/Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak.
            Putra Ki Ageng Selo berjumlah tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya. Melalui perhelatan politik Jawa kala itu akhirnya Sutawijaya mampu mendirikan kerajaan Mataram menggantikan Pajang.

B. Menangkap Petir
            Peristiwa ini terjadi Ketika Sultan Trenggana ( Sultan Demak ) masih hidup . Pada suatu hari Ki Ageng Selo pergi ke sawah ( Sekarang sawah tersebut dinamakan sawah mendung, tetapi ada juga sebagian masyarakat yang menyebutnya “ Sawah Subanlah dari kata Subhanallah “ karena sawah itu dulunya dipakai oleh KI Ageng Selo untuk sholat tasbih. Sawah ini terletak di dusun Kauman, desa Selo, ). Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar - benar hujan lebat turun. Halilintar menyambar. Tetapi Ki Ageng Selo tetap enak - enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah “ Bledheg “ itu menyambar Ki Ageng, namun dengan sigap Ki Ageng Selo menangkap bledheg tersebut.  Bledheg itu berwujud seekor ayam jantan yang tubuhnya dipenuhi dengan api. Ayam itu kemudian dibawa pulang dan diikat di pohon gandri (  nama latinnya Bridelia Monoica). Malam telah tiba, dan waktu semakin gelap. Ki Ageng selo pun  menyalakan lampu teploknya.

Konon diceritakan bahwa Ki Ageng Selo menyalakan lampu teplok itu dengan api yang menyala dari tubuh ayam jantan, jelmaan bledheg yang ditangkap KI Ageng Selo. Api dilampu teplok tersebut ( Api bledheg ) hingga kini masih menyala, disimpan di almari di samping makam Ki Ageng Selo. Sesaat setelah Ki Ageng Selo menyalakan lampu teplok, ada seorang nenek-nenek yang membawa kendi sedang mencari ayam jantannya. KI Ageng pun memperlihatkan ayam jantan jelmaan  bledheg yang ditangkapnya. Setelah dilihat dengan seksama, nenek itu mengatakan kalau ayam itu adalah ayamnya yang sedang ia cari. Kemudian nenek tersebut menyiramkan air ke ayam jantan dan “ Gelegar “ bersamaan dengan suara bledheg menggelegar, nenek tua dan ayam jantan itu pun lenyap, hilang tak tahu kemana.

C. Larangan Menjual Nasi
Suatu hari ada dua orang pemuda yang bertamu ke rumah Ki Ageng Selo, Mereka bermaksud hendak belajar ilmu agama pada KI Ageng Selo. Sebagai tuan rumah yang baik, KI Ageng selo menghidangkan nasi pada mereka, namun mereka menolakya dengan alasan masih kenyang. Setelah merasa sudah cukup ( belajar ilmu agama ), kedua pemuda itu pun memohon untuk pamit pulang. Sepulang dari rumah Ki Ageng, kedua pemuda itu tidak langsung pulang, melainkan mampir ke warung nasi dulu untuk makan. KI Ageng Selo melihat hal itu. Beliau merasa sakit hati dan setelah itu beliau berkata “ Orang-orang di desa selo tidak boleh menjual nasi, kalau ada yang melanggarnya maka bledheg akan menyambar-nyambar di langit desa Selo “. Hingga saat ini penduduk yang tinggal di sekitar Komplek Makam KI Ageng Selo tidak ada yang menjual nasi.

D. Napak Tilas KI Ageng Selo




Makam KI Ageng Selo
Terletak di dusun Krajan, RT II RW 02, Desa Selo Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Tempat ini juga merupakan salah satu tempat wisata di Kabupaten Grobogan karena mengandung nilai-nilai sejarah yang luar biasa.



Masjid KI Ageng Selo

Terletak di sisi timur makam KI Ageng Selo. Masjid ini mengalami renofasi dan penambahan di bagian serambi dan tempat wudhu, namun bagian dalam masjid masih asli tanpa mengalami perombakan. Pada Tahun 2004 Kubah Masjid KI Ageng selo terkena sambaran petir yang berakibat kubah itu hancur dan plafon Madrasah yang terletak di sebelah selatan Makam KI Ageng Selo juga hancur berantakan. Hal itu menggegerkan masyarakat Selo, dikarenakan telah bertahun-tahun petir tak pernah menyambar-nyambar di desa tersebut

Almari Api Bledheg
Adalah sebuah almari kayu yang bagian kaca depannya ditutup rapat dengan kain. Almari ini terletak disamping Makam KI Ageng Selo dan digunakan untuk menyimpan “ Api Bledheg “ ( Api  dari bledheg yang ditangkap KI Ageng Selo ). Konon api ini digunakan untuk menyalakan tungku yang ada di Keraton Surakrta pada bulan Muharam.


Sawah Mendung / Sawah Subanlah


Pohon Gandri

Sawah ini terletak di dusun Kauman, Desa Selo Kecamatan Tawangharjo, sekitar 200 meter dari Makam Ki Ageng Selo. Diceritakan bahwa disinilah KI Ageng selo menangkap bledheg. Sawah ini juga sering digunakan oleh KI Ageng Selo untuk melakukan sholat tasbih, sehingga juga disebut sholat subanlah dari kata subhanallah. Sampai sekarang sawah ini masih dikeramatkan oleh masyarakat sekitar.


Bridelia Monoica adalah nama latinnya. Di pohon inilah bledheg yang ditangkap KI Ageng Selo diikat.

   
 E. Tempat-tempat penting yang masih berkaitan dengan KI Ageng Selo
1. Makam  KI Ageng Tarub
            Terletak di desa Tarub, Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan sekitar 4 Km dari Makam KI Ageng Selo. Beliau adalah Buyut dari KI Ageng Selo. Di komplek Makam ada gentong yang airnya berasal dari sendang bidadari.

Gapura Makam KI Ageng Taruub


Makam KI Ageng Tarub

Area Komplek Makam KI Ageng Tarub

Gentong yang berisi air dari sendang bidadari










2. Makam Bondan Kejawan / Lembu Peteng ( Kakek KI Ageng Selo )
            Terletak di dusun Mbarahan Desa Tarub, Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Sekitar 3 Km dari Makam KI Ageng Selo. Di area komplek makam banyak di bangun patung dan stupa. Kini kondisinya semakin tidak terawat. Banyak patung yang mulai rusak. Namun masih banyak orang yang datang untuk berziarah

Makam Bondan Kejawan

Gapura Makam Bondan Kejawan  


 


Patung-patung yang ada di komplek Makam Bondan Kejawan


3. KI Ageng Getas Pendowo
            Beliau adalah Bapak dari KI Ageng Selo. Makamnya terletak di Kuripan Purwodadi sekitar 15 Km dari Makam KI Ageng Selo.

Gapura Makam Ki Ageng Getas pendowo

Makam KI Ageng Getas Pendowo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar